Weekly Perspective - W5 Sept 2020
OECD
ramal ekonomi global akan mengalami kontraksi -4.50% di tahun
2020
- OECD
(Organization
for Economic Cooperation and Development) memproyeksikan ekonomi global di
tahun 2020 hanya akan mengalami kontraksi sebesar -4.50%, dan akan kembali
mengalami pertumbuhan sebesar 5.00% pada tahun 2021. Perkiraan ini lebih baik
dibandingkan dengan outlook ekonomi OECD di bulan Juni, yakni mengalami
kontraksi -6.00%. Adanya revisi outlook yang dikemukakan oleh OECD karena
melihat perkembangan ekonomi dua negara terbesar, yaitu China dan Amerika
Serikat, dimana perekonomian China akan pulih lebih cepat di Q3 2020 serta
Amerika Serikat akan kembali pulih di Q4 2020 dari dampak COVID-19. OECD
menekankan jika ancaman COVID-19 menurun lebih cepat dari yang diharapkan,
peningkatan kepercayaan bisnis dan konsumen dapat meningkatkan ekonomi global
pada tahun 2021. Namun, jika pandemi COVID-19 masih berlangsung dan membuat
negara-negara kembali menerapkan lockdown,
maka kondisi tersebut dapat memangkas 2.00-3.00% dari pertumbuhan global pada
tahun 2021.
Sepuluh Negara dengan Kasus COVID-19 Terbesar (Data per 26 September 2020)
Sumber: Worldometers
Perpanjangan PSBB di Jakarta memberikan sentimen negatif bagi IHSG
- Selama
sepekan terakhir
(21–25 September 2020), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan
-2.24% pasca pengumuman dari Gubernur DKI Anies Baswedan bahwa PSBB Jakarta
yang dimulai dari tanggal 14-28 September 2020 akan kembali
diperpanjang hingga 11 Oktober 2020 dikarenakan
jumlah positively rate di
DKI Jakarta terus mengalami peningkatan. Adanya penurunan tersebut membuat IHSG
ditutup di level 4,945.71 sehingga secara Year-to-Date
koreksi IHSG sebesar -21.48%. Penurunan IHSG sejalan dengan investor asing
masih membukukan net sell sepanjang Week-to-Date
sebesar
Rp -2.40 triliun dan Year-to-Date net sell Rp
-55.60 triliun.
Sektor yang mengalami kenaikan hanya Miscellaneous Industries
+0.57% . Adapun sektor yang mengalami penurunan terbesar diantaranya Infrastructure
-4.12%, Mining -2.94%, BasicIndustry
-2.58 dan Consumer Goods
-2.30%.
- Sedangkan
untuk pasar Obligasi domestik,
harga Surat Utang Negara (SUN) yang mengacu pada Bloomberg
Indonesia Local Sovereign Bond Index (BINDO) juga mengalami penurunan
sebesar -0.40% selama satu minggu terakhir setelah mengalami kenaikan selama
dua bulan berturut-turut. Penurunan harga Obligasi selama
sepekan terakhir didorong oleh persepsi risiko
global yang mengalami peningkatan menjelang pemilihan Presiden
Amerika Serikat di
bulan November 2020, serta uji coba vaksin
COVID-19 yang masih belum sesuai dengan ekspektasi.
Dari sisi valuasi,
pasar Obligasi domestik dengan yield SUN
10 Tahun di level 6.80 – 6.90 masih atraktif, dibandingkan dengan negara yang
memiliki rating sejenis
Indonesia, yaitu India dengan yield 10
tahun menyentuh level 5.50 – 5.70%. Spread
yield India
dan Indonesia berkisar 50 – 80 bps dan saat ini menyentuh 120 – 150 bps
sehingga masih ada upside penurunan yield SUN
kedepannya. Penurunan harga Obligasi sejalan dengan nilai tukar Rupiah yang
melemah terhadap mata uang USD dari Rp 14,680/USD ke Rp 14,780/USD serta
pergerakan yield SUN 10 Tahun yang mengalami
kenaikan dari level 6.90 ke 7.00%. Berdasarkan data dari Direktorat Jendral
Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) per tanggal 24 September 2020, investor asing
membukukan net sell sepanjang Month-to-Date
sebesar
Rp -5.00 triliun dan secara Year-to-Date
net sell sebesar
Rp -113.00 triliun di
pasar Obligasi domestik dari posisi akhir Desember 2019 sebesar Rp 1,062.20 triliun
menjadi 948.20 triliun.
- Strategi
Portofolio
Reksa Dana Saham masih
tetap defensif di level 85 – 90% sembari menganalisa pergerakan IHSG kedepannya yang
diekspektasikan mengalami penurunan ke level 4500 – 4700 akibat ekspektasi
pendapatan emiten di Q3 2020 yang mengalami penurunan imbas pandemi COVID-19. Tactical
trading tetap
dilakukan pada saham blue chip dan mid-cap yang sudah berada dalam valuasi
yang atraktif dan berpotensi memberikan pertumbuhan return kedepannya terutama di beberapa
sektor seperti perbankan yang memiliki bobot terbesar dalam IHSG serta
merupakan penggerak ketika IHSG mengalami rebound, serta sektor Consumer,
Infrastructure, Mining dan Miscellaneous Industries. Reksa
Dana Obligasi berinvestasi
pada SUN seri benchmark 10 – 15 tahun serta durasi portofolio diturunkan ke level 6.50 – 7.00. Alokasi portofolio untuk Obligasi
Korporasi tenor pendek (3 tahun) dengan kupon yang tinggi tetap dijaga untuk
menahan volatilitas market dan memaksimalkan return Reksa Dana.
Download PDF
Back to list