Weekly Perspective - W1 August 2019

Trump beri sinyal menaikkan tarif impor tambahan 10% untuk barang China

  • Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan pada hari Kamis 1 Agustus 2019 akan menambah tarif baru 10% pada produk buatan Tiongkok senilai USD 300 milyar mulai tanggal 1 September 2019. Selain itu Trump juga mengatakan tidak tertutup kemungkinan untuk menaikkan tarif tambahan lagi sebesar 25% maupun lebih kedepannya. Tarif baru yang dikenakan akan membuat harga barang elektronik kedepannya bertambah mahal dan bisa memukul daya beli konsumen AS. Adanya tarif tambahan yang dikeluarkan oleh AS terhadap barang China tentunya akan dibalas oleh China terhadap barang impor dari AS sehingga hal ini akan merugikan pertumbuhan ekonomi kedua negara dengan perekenomian terbesar di dunia. Ancaman pertumbuhan ekonomi yang melambat diprediksi akan membuat The Fed kembali menurunkan Fed Fund Rate 25 Bps di bulan September atau Desember 2019 setelah sebelumnya di bulan Juli 2019 menurunkan 25 Bps dari 2.50% menjadi 2.25% untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi AS kedepannya.
  • Biro Statistik Amerika mengumumkan bahwa data US-Non Farm Payroll Juli 2019 mengalami kenaikan sebesar 164,000 (consensus: 165,000). Sedangkan data unemployment rate stabil di angka 3.70% seperti bulan sebelumnya. Pertumbuhan data US-Non Farm Payroll dan pertumbuhan inflasi akan menjadi indikator penting terkait monetary policy The Fed kedepannya. 

Trade war issue memberikan dampak negatif pada nilai tukar Rupiah

  • Selama sepekan terakhir periode (29 Juli – 02 Agustus 2019) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami kenaikan +0.24% setelah mengalami penurunan dua minggu berturut-turut ditutup di level 6,340.18. Pergerakan IHSG selama sepekan terakhir dipengaruhi sentimen global dan domestik diantaranya seputar isu trade war dimana AS akan mengenakan tarif tambahan 10% senilai USD 300 milyar untuk barang-barang impor dari China dan pernyataan Chairman The Fed Jerome Powell bahwa The Fed belum pasti akan menurunkan Fed Fund Rate kedepannya setelah menurunkan 25 Bps pada FOMC Meeting Juli 2019 bergantung pada situasi ekonomi sehingga memberikan sentimen negatif pada emerging market dan membuat nilai tukar Rupiah melemah terhadap USD ke level Rp 14,150 /USD. Meskipun IHSG mnegalami kenaikan namun investor asing membukukan net sell selama week to date sebesar Rp -900 milyar dan Rp -1.20 triliun secara year to date. Sektor yang mengalami kenaikan terbesar diantaranya Consumer Goods +1.64% diikuti oleh Infrastructure +1.20%, Manufacturing +1.07% dan Basic Industry +0.65%. Adapun sektor yang mengalami penurunan terbesar diantaranya Property -2.23% diikuti oleh Agriculture -1.08%, Trade Services -0.33% dan Miscellaneous Industry –0.26%.
  • Sedangkan untuk pasar obligasi domestik harga Surat Utang Negara (SUN) yang mengacu pada Bloomberg Indonesia Local Sovereign Bond Index (BINDO) juga mengalami penurunan -1.35% selama satu minggu terakhir dipengaruhi oleh komentar Powell terkait monetary policy The Fed kedepannya pasca menurunkan Fed Fund Rate sebesar 25 Bps pada FOMC Meeting akhir Juli 2019 sehingga menimbulkan ketidakpastian baru bagi pelaku pasar khususnya di emerging market. Kenaikan harga obligasi sejalan dengan pergerakan yield SUN 10 tahun yang mengalami kenaikan dari level yield 7.35% menjadi 7.50%. Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) per tanggal 02 Agustus 2019 investor asing membukukan net buy sepanjang Juli 2019 sebesarRp +21.00 triliun dan secara year to date membukukan net buy sebesar Rp +126.00 triliun di pasar obligasi domestik dari posisi akhir Desember 2018 sebesar Rp 893.20 triliun menjadi 1019.20 triliun.
  • Portfolio Reksa Dana Saham melakukan akumulasi pembelian pada saham-saham khususnya blue-chip dan mid-cap yang sebelumnya mengalami koreksi dengan sektor pilihan diantaranya Finance (Banking), Consumer, Infrastructure dan Miscellaneous Industry serta menjaga alokasi portfolio di level 92 – 95% untuk memaksimalkan Return Portfolio. Reksa Dana Obligasi kembali melakukan akumulasi pembelian SUN seri benchmark tenor 15 dan 20 tahun serta menjaga durasi portfolio di level 7.00 – 7.50. Alokasi Obligasi Korporasi tenor pendek (3 tahun) dengan kupon yang tinggi dijaga untuk menahan volatilitas market dan memaksimalkan Return Reksa Dana.




DISCLAIMER INVESTASI MELALUI REKSA DANA MENGANDUNG RESIKO. CALON PEMODAL WAJIB MEMBACA DAN MEMAHAMI PROSPEKTUS SEBELUM MEMUTUSKAN UNTUK BERINVESTASI MELALUI REKSA DANA. KINERJA MASA LALU TIDAK MENCERMINKAN KINERJA MASA DEPAN.

PT Majoris Asset Management (“Majoris”) telah memperoleh izin usaha sebagai Manajer Investasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan dalam melakukan kegiatannya diawasi oleh OJK. Dokumen ini dibuat oleh Majoris hanya sebagai informasi singkat dan disesuaikan dengan ketentuan Peraturan yang berlaku. Segala perhatian telah diberikan secara seksama untuk menyakinkan bahwa informasi yang disajikan dalam dokumen ini tidak menyesatkan. Namun demikian, Calon Pemodal tidak disarankan untuk hanya mengandalkan keterangan dalam dokumen ini. Kerugian yang mungkin timbul karenanya tidak akan ditanggung.


Download PDF



Back to list