Monthly Update - February 2021
Market Summary
- Volatilitas
pasar terlihat cukup tinggi kedepannya,
sebagian berita positif dari vaksinasi
di Amerika Serikat
dan Inggris serta potensi ekspektasi inflasi
di tahun
2022 menjadikan
asset kelas baik saham maupun obligasi bergerak
volatile. Valuasi saat ini agak tinggi,
berada
pada mendekati
level 17x Price-to-Earning, mengharapkan recovery earnings tahun
2021 dan 2022.
- Kenaikan harga saham telah menjadikan valuasi secara Price/Book Value menjadi
2,1x dan angka ini sudah berada
di atas
-1 standar deviasi namun masih
di bawah average yaitu
di 2,45. Sementara secara Price-to-Earning sudah
di sekitar
17x dimana terlihat cukup tinggi dibandingkan prospek recovery.
- Volatilitas
yang tinggi
di pasar saham masih akan terjadi karena prospek pertumbuhan
yang diragukan namun valuasi sudah agak tinggi.
Beberapa pejabat
The Fed mulai mengungkapkan potensi inflasi
di tahun
2021 dan 2022, serta potensi terjadinya tapering meski sebenarnya suku bunga masih akan rendah
di tahun
2023.
- Mulai terlihat kenaikan yield US Treasury untuk
tenor 10 tahun
yang saat ini berada
di atas
level 1,1. Ini bisa saja refleksi dari dua hal,
yaitu:
terjadinya inflasi
dan penurunan kepercayaan terhadap
US Dollar mengingat potensi quantitative easing dan stimulus fiskal
yang besar kedepannya.
- Sentimen positif di pasar obligasi dipengaruhi oleh rendahnya inflasi sehingga membuka penurunan suku bunga sampai dengan pertengahan tahun 2021, terlihat dari menurunnya yield SUN 10 tahun ke level 5,8 di akhir Desember 2020. Dari sisi kurs, nilai tukar Rupiah bergerak flat di kisaran 14.000-14.100 sepanjang bulan Januari 2021.
Perkembangan Global
- Vaksinasi telah dilakukan di banyak tempat di seluruh dunia. Vaksin hasil produksi Pfizer dan Moderna sudah disetujui penggunaannya oleh beberapa negara baik secara darurat maupun penuh. Selain itu, beberapa negara juga telah memulai program vaksinasi termasuk Indonesia
yang menggunakan produk dari Sinovac untuk tahap pertama.
- Makin banyak kandidat vaksin tahap ketiga dan akan segera mengajukan persetujuan penggunaan. Vaksin keluaran Johnson and
Johnson bisa dilakukan dengan 1 kali suntikan, berbeda dengan vaksin lainnya yang telah digunakan saat ini. Saat ini lebihdari 100 juta orang divaksinasi dengan Amerika Serikat, Inggis, Israel dan
UEA menjadi yang terdepan dari vaksinasi per 100 penduduk.
- Presiden Amerika Serikat terpilih, Joe Biden, mengusulkan stimulus yang
besar untuk penanganan COVID-19 dan ekonomi, serta berharap Parlemen segera membahasnya. Ini bisa menjadi percepatan pemulihan ekonomi Amerika Serikat. Di lain pihak, ada potensi terjadinya tapering dan inflasi yang lebih awal dari perkiraan.
- Nilai tukar Dolar Amerika Serikat berfluktuasi terhadap Euro dan banyak mata uang lainnya. Ini bisa saja refleksi dari dua hal: terjadinya inflasi dan penurunan kepercayaan terhadap US Dollar mengingat potensi quantitative easing dan stimulus fiskal yang besar kedepannya. Tekanan terhadap nilai tukar sudah berlangsung cukup lama sejak stimulus besar-besaran dan suku bunga rendah, serta quantitative easing.
Perkembangan Domestik
- GDP Indonesia untuk tahun 2020 tercatat -2,19%, lebih rendah daripada consensus di level -2%.
Ini adalah angka annual
contraction pertama sejak tahun 1998. Pandemi COVID-19 adalah akar masalah utama terjadinya kontraksi ini. Untuk tahun 2021, pemerintah mengharapkan ekonomi tumbuh positif. Angka consensus untuk GDP 2021di
level 4,5%.
- Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia
(GAIKINDO) mengharapkan kenaikan penjualan mobil untuk tahun 2021 menjadi 755.000. Sementara Asosisasi Semen
Indonesia mengharapkan pertumbuhan sebesar 3%. Namun tercatat dari Indeks Kepercayaan Konsumen masih turun di level 84,9
dari sebelumnya 96,5%.
- Program vaksinasi sepertinya menjadi andalan Indonesia untuk menghadap imasalah pandemi yang tak kunjung membaik, baik dari segi penambahan kasus per hari, kasus aktif dan positivity
rates.
- Kami melihat Bank
Indonesia masih berpeluang untuk menurunkan suku bunga 7-day Repo
Rate pada beberapa waktu kedepan. Saat ini suku bunga 7-day Repo
Rate di level
3,75%. Kami melihat ada potensi penurunan 25bps untuk tahun 2021 ini yang bisa dilaksanakan pada semester
pertama.
- Pengendalian pandemi adalah pekerjaan utama yang harus dilaksanakan pemerintah agar kegiatan ekonomi bisa berlangsung lebih baik dan memperbaiki daya beli masyarakat.
Daya Beli
- Kami melihat ada beberapa hal yang akan menjadi penentu arah pasar di tahun 2021:
- Penanganan COVID-19 secara global adalah faktor terpenting. Tingkat keberhasilan penanganan dan pelaksanaan vaksinasi COVID-19 di seluruh dunia.
- Pergerakan arah kebijakan Bank Sentral di seluruh dunia, dimana terdapat potensi inflasi setelah kebijakan monetary policy yang longgar sejak dari tahun 2020.
- Perbaikan daya beli masyarakat Indonesia. Sejak tahun 2018, pasar saham susah naik kencang karena absennya pertumbuhan laba. Pertumbuhan laba hanya terjadi di sektor tertentu dan tidak sustain. Pertumbuhan jumlah kelas menengah menjadi terhambat.
- Daya beli akan sulit kembali dikarenakan bertambahnya pengangguran akibat PHK, menyusul ekonomi yang tidak baik. Meski demikian, pemerintah memberikan stimulus agar daya beli dapat bertahan. Tentunya ini membantu namun hanya bisa menahan daya beli kebutuhan pokok saja dan tidak di semua industri.
- Industri atau sektor cyclical yang tumbuh sejalan dengan ekonomi masih akan flat sampai dengan ekonomi kembali ke level tahun 2019. Masyarakat akan menunda pembelian kendaraan ataupun properti, dan akan membeli small ticket item.
- Di sisi lain, kebutuhan pendanaan APBN masih akan cukup tinggi ketergantungannya terhadap pasar
modal, meski ada
program burden sharing dengan Bank Indonesia. Dinamika ini masih akan terus dihadapi perekonomian Indonesia tahun 2021 dan kemungkinan sampai tahun 2022.
- Nilai tukar Rupiah akan susah ditebak, meski potensi tekanan jangka pendek ada, potensi menguat kembali sampai dengan akhir tahun sangat terbuka. Lagi-lagi arah pergerakan nilai tukar Amerika Serikat dan kebijakan moneter Bank Sentral menjadi penting.
Pasar Saham
- Pasar saham masih bergerak dengan volatilitas yang cukup tinggi. Pasar saham di Amerika masih mencatatkan rekor tertinggi dan penguatannya tidak diikuti oleh semua pasar saham di berbagai belahan dunia. Tentunya better year di tahun 2021 dengan progres vaksinasi juga menjadi perhatian dan faktor penentu. Valuasi mulai terlihat tinggi sehingga penguatan lanjutan akan sangat dinamis tergantung faktor global, terutama faktor pandemi COVID-19 dan tentunya arah kebijakan bank sentral.
- Valuasi IHSG saat ini berada di atas 2,1 Price-to-Book
Value dan sudah cukup sejak penghujung tahun 2020. Proses pemulihan ekonomi Indonesia dan
emiten menjadi sangat penting karena dengan P/E di sekitar 17x kali tidaklah murah dan butuh kenaikan laba emiten untuk mendukungnya.
- Para analis mulai menaikkan proyeksi target IHSG menuju 6.400-7.000 untuk tahun 2021, namun tentunya membutuhkan kepastian penanganan COVID-19 yang
baik secara global dan arah kebijakan bank sentral.
- Kami melihat potensi kenaikan di saham-saham yang sudah undervalue meski harus diperhatikan kembali
proses pemulihannya. Namun jika arus dana akan masuk, biasanya saham-saham perusahaan blue chip dengan balance sheet telah menjadi motor kenaikan pasar. Selain saham-saham cyclical yang naik belakangan.
- Resiko terbesar datang dari kelanjutan penanganan pandemi COVID-19 dan arah kebijakan bank sentral di dunia yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar Rupiah. Selain itu resiko perlambatan ekonomi yang dapat berlangsung lama.
Pasar Obligasi
- Pada akhir Januari 2020, pasar obligasi terkoreksi dimana yield Surat Utang
Negara (SUN) 10 tahun mengalami kenaikan ke level 6,2%.
- Koreksi bisa terjadi dikarenakan aksi ambil untung sebab kenaikan harga-nya sudah cukup signifikan sejak bulan Oktober 2020. Selain itu, terdapat sedikit kecemasan investor mengenai APBN yang menargetkan pendanaan yang cukup besar.
- Ada faktor positif dimana terjaganya inflasi di level yang
rendah yang diikuti potensi penurunan suku bunga serta relatif stabilnya nilai tukar.
- Selain itu, kejelasan budget deficit, monetisasi SUN oleh Bank
Indonesia, posisi supply terlihat membaik mendekati penghujung tahun dan potensi crowding out dapat dikurangi.
- Meski sedikit tertekan di awal tahun ini, kami melihat potensi yield bisa menguat ke level
5,7-5,8% dalam 12 bulan. Secara relatif, yield 10 tahun Indonesia mulai sejalan dengan India, namun potensi penguatan akan tergantung recovery ekonomi di dalam negeri.
- Katalis positif akan timbul dari kelanjutan likuiditas pasar global yang berlimpah karena dapat mempengaruhi aliran dana modal ke pasar negara berkembang, sekaligus akan menjadi resiko jika terjadi perubahan arah kebijakan bank sentral dunia.
Download PDF
Back to list