Weekly Perspective - W5 January 2019

Pemerintah Amerika kembali dibuka setelah mengalami shutdown terpanjang selama 35 hari

  • Pemerintah Amerika kembali dibuka pada tanggal 25 Januari 2019 setelah mengalami masa penutupan (government shutdown) terlama sepanjang sejarah selama 35 hari dampak tidak tercapainya kesepakatan mengenai rencana pembangunan tembok perbatasan Meksiko sebesar USD 5.70 milyar. Namun pembukaan Pemerintahan hanya berlangsung sementara sampai dengan tanggal 15 Februari 2019 yang apabila tidak tercapai kesepakatan dengan kongres terkait pembangunan tembok perbatasan ada kemungkinan akan kembali ditutup setelah tanggal tersebut.
  • Pertumbuhan ekonomi China di Q4 2018 dieskpektasikan sebesar 6.40% secara YoY (terendah sejak 1Q 2009) dampak dari trade war dengan Amerika Serikat (AS) di sepanjang tahun 2018 sehingga menyebabkan terjadinya perlambatan terutama sektor manufaktur. Pemerintah China menargetkan pertumbuhan ekonomi di tahun 2019 di kisaran 6.20 – 6.60% dengan level optimis bahwa pembicaraan trade war dengan AS akan berjalan lancar dan kesepakatan mengenai perundingan tarif akan tercapai sebelum tanggal 31 Maret 2019.

Monetary Policy Bank Indonesia akan berfokus pada The Fed dan Current Account Deficit

  • Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa Fed Fund rate policy dan current account deficit akan menjadi dua faktor terpenting bagi kebijakan moneter BI di tahun 2019. Hal pertama yang menjadi perhatian BI adalah FOMC meeting di bulan Maret 2019 untuk melihat bagaimana arah kebijakan The Fed apakah akan agresif (hawkish) ataupun moderat (dovish). Sedangkan untuk current account deficit BI optimis akan dijaga di level -2.50% dari GDP karena adanya ekspektasi penurunan harga minyak, penguatan nilai tukar Rupiah dan capital inflow di tahun 2019. Selain itu BI juga berkomitmen untuk menjaga inflasi di tahun 2019 stabil di level 3.00 – 3.50% dengan fokus menjaga harga bahan makanan, adapun dari sisi fiskal di tahun 2019 budget deficit akan dijaga di level -1.80% dari GDP.

Derasnya capital inflow membuat pasar saham outperformed di Januari 2019

  • Selama sepekan terakhir periode (21 – 25 Januari 2019) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali mengalami kenaikan sebesar +0.54% ke level 6,482.84 melanjutkan kenaikan yang terjadi dari awal Januari 2019 sehingga secara year to date IHSG mengalami kenaikan +4.65%.  Kenaikan IHSG sejalan dengan investor asing yang membukukan net buy sebesar Rp 9.20 triliun selama month to date disertai nilai tukar Rupiah yang stabil di kisaran Rp 14,040 – 14,100 / USD. Sektor yang mengalami kenaikan terbesar diantaranya Agriculture +5.01%, diikuti oleh Basic Industry +2.70%, Trade Services +1.39% dan Manufacturing +1.15%. Adapun sektor yang mengalami penurunan yaitu sektor Infrastructure -0.42%, Mining -0.33% dan Miscellaneous Industry -0.28%.
  • Sedangkan untuk pasar obligasi domestik harga Surat Utang Negara (SUN) yang mengacu pada Bloomberg Indonesia Local Sovereign Bond Index (BINDO) mengalami penurunan -0.19% sejalan dengan pergerakan yield SUN 10 tahun yang bergerak sideways di kisaran 8.00 – 8.10%. Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) per tanggal 22 Januari 2019 investor asing membukukan net buy secara month to date sebesar Rp 8.00 triliun di pasar obligasi domestik dari posisi akhir Desember 2018 sebesar Rp 893.20 triliun menjadi 901.30 triliun. Kami melihat pergerakan pasar obligasi yang cenderung sideways dibandingkan pasar saham karena capital inflow yang masuk di bulan Januari 2019 sebesar Rp 8.10 triliun lebih rendah dibandingkan inflow di bulan Januari 2018 sebesar Rp 33.60 triliun, namun yang membedakan adalah di awal tahun 2018 sebagian besar masuk ke SUN seri pendek (<5 tahun), sedangkan di awal tahun 2019 dana asing seluruhnya masuk ke SUN dengan tenor diatas 5 tahun yang mengindikasikan bahwa persepsi investor terhadap pasar obligasi tahun 2019 akan lebih baik dibandingkan tahun 2018.
  • Portfolio Reksa Dana Saham akan melakukan profit taking dan menjaga posisi netral pada portfolio namun tetap berfokus pada saham - saham blue chip dan mid-cap dengan beberapa sektor pilihan diantaranya Finance (Banking) Consumer dan Miscellaneous Industry. Reksa Dana Obligasi tetap menjaga durasi portfolio di kisaran 5.50 – 6.00 dengan melakukan overweight pada SUN seri benchmark FR78 dengan tenor 10 tahun agar bias outperformed terhadap pergerakan yield SUN. Alokasi pada Obligasi Korporasi tenor pendek (3-5 tahun) dengan kupon tinggi tetap dijaga untuk menahan volatilitas pergerakan market dan memaksimalkan Return Portfolio Reksa Dana.



DISCLAIMER INVESTASI MELALUI REKSA DANA MENGANDUNG RESIKO. CALON PEMODAL WAJIB MEMBACA DAN MEMAHAMI PROSPEKTUS SEBELUM MEMUTUSKAN UNTUK BERINVESTASI MELALUI REKSA DANA. KINERJA MASA LALU TIDAK MENCERMINKAN KINERJA MASA DEPAN.

PT Majoris Asset Management (“Majoris”) telah memperoleh izin usaha sebagai Manajer Investasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan dalam melakukan kegiatannya diawasi oleh OJK. Dokumen ini dibuat oleh Majoris hanya sebagai informasi singkat dan disesuaikan dengan ketentuan Peraturan yang berlaku. Segala perhatian telah diberikan secara seksama untuk menyakinkan bahwa informasi yang disajikan dalam dokumen ini tidak menyesatkan. Namun demikian, Calon Pemodal tidak disarankan untuk hanya mengandalkan keterangan dalam dokumen ini. Kerugian yang mungkin timbul karenanya tidak akan ditanggung.



Download PDF



Back to list